Artikel ini merupakan opini tentang kondisi lingkungan dan global di masa kini serta bagaimana menciptakan harapan lebih baik untuk masa depan.
NONGKI.NET – Jika diawali dari pertanyaan tersebut maka sebenarnya tidak ada jawaban pasti yang cocok untuk menjawab apakah ada harapan yang lebih baik dalam perubahan global, karena definisi globalisasi itu sendiri akan berbeda-beda tergantung dari mana kita melihatnya. Namun jika mengutip dari salah satu tokoh mengenai konsep globalisasi misalnya Robertson (1992) yang mengatakan bahwa globalisasi adalah proses pengecilan suatu dunia layaknya sebuah perkampungan kecil, pengertian lainnya dari (Barker, 2004) yang mengatakan bahwa globalisasi merupakan suatu koneksi global ekonomi, sosial, politk, budaya yang akan terus merasuk pada pikiran dan kesadaran kita.
Globalisasi selama ini juga digadang-gadang sebagai faktor dari muculnya degradasi lokal, seperti terkikisnnya nilai atau kultur sosial, gotong royong, budaya leluhur, serta mempunyai pengaruh yang buruk bagi keadilan sosial dan HAM. Selain itu juga mengakibatkan beberapa masalah sosial terlebihnya pada lingkungan hidup, seperti hujan asam, gas rumah kaca deplesi ozon dan debu nuklir (radioaktif) yang dianggap tidak menghormati batas-batas negara, namun harus menjadi perhatian dan kepedulian semua bangsa (Deudney & Mathew, 1999). Faktor dari hal tersebut juga datang dari wacana globalisasi yang selama ini hanya didominasi oleh kegiatan ekonomi yang juga erat kaitannya dengan ideologi perdagangan bebas dan neoliberalisme. Meskipun disisi lain telah muncul wacana alternatif mengenai kemungkinan adanya globalisasi dari bawah (Falk, 1993; Brecher & Costello,1994).
Globalisasi dan Lokalisasi
Globalisasi yang sedang berjalan saat ini, nyaris semata-mata hanya membahas tentang kepentingan ekonomi, yang berkisar pada integrasi perdagangan dan pasar keuangan pada level global yang menembus batas-batas nasional. Tujuan pemusatan pada ekonomi ini merupakan variasi global dan fundamentalisme ekonomi yang telah menjadi asumsi kebijakan inti oleh pemerintah nasional, yang mana hal ini mendukung statement bahwa ekonomi merupakan prioritas pertama, dan kebutuhan lainnya menjadi prioritas kedua.
Dominasi ekonomi ini telah memberi kesan atas keberpihakan kepada kelompok yang kuat dan mempunyai kuasa, sekaligus menegaskan bahwa hak-hak negara besar lebih leluasa untuk bergerak demi kepentingan dan memperoleh keuntungan mereka, sehingga yang kaya maka akan semakin kaya sedangkan yang tidak memiliki uang mereka tidak berhak mendapatkan hak yang sama atas berlangsungnya globalisasi ini. Kebanyakan orang kaya sangat berbangga diri untuk menyebut dirinya sebagai “warga dunia” namun kebanggaan tersebut tidak pernah berpihak pada mereka yang miskin, kaum marginal, pengungsi, para pencari suaka, dan pekerja migran, hingga sampai hari ini mereka masih berusaha mencari hak-haknya sebagai warga dunia yang entah apakah akan mereka dapatkan atau tidak.
Sifat globalisasi yang dekat dengan ketimpangan serta keberpihakannya pada sebuah keuntungan, namun tidak berpihak pada prinsip kelestarian ekologi, keadilan sosial, dan hak asasi manusia. Hal tersebut dilatarbelakangi oleh pemerintah yang tidak banyak memiliki pilihan kecuali mengikuti dan mendukung kepentingan kapitalis global. Hal ini karena kekuatan ekonomi global yang sangat besar sehingga bila suatu pemerintahan membuat kebijakan yang berimbas pada kelangsungan pasar, maka para penguasa global akan dengan sangat mudahnya menarik modal secara terus menerus yang dapat merugikan investasi hingga krisis mata uang dan inflasi secara besar-besaran.
Diakui atau tidak bahwa Globalisasi ekonomi, teknologi telah melahirkan Globalisasi budaya yang akhirnya menciptakan degradasi budaya lokal pada sebuah negara. Beban budaya dari dampak globalisasi seperti Mc Donaldisation atau Disneyfication telah menarik banyak perhatian seluruh manusia dibelahan dunia manapun, cara berpakaian, memakan makanan yang sejenis, menonton bioskop yang sama, memainkan game online yang sama, semua itu merupakan bentuk globalisasi yang mengarah pada pemaksaan suatu budaya yang implikasinya pada gaya hidup seseorang tanpa batasan negara.
Lokalisasi akan menciptakan ruang yang signifikan untuk proses pengembangan masyarakat, sedangkan globalisasi akan mengarahkan kapitalis global untuk mengancam pemerintah nasional demi kepentingan pasar. Namun jika berbicara mengenai harapan yang lebih baik dari perubahan global tentu akan selalu ada optimisme untuk masa depan sebuah bangsa, seperti perkembangan teknologi yang menjadi salah satu bukti dari majunya suatu negara, kemudahan akses pada media massa, sehingga akan menjadikan proses pembangunan suatu bangsa lebih mudah dan cepat. Dalam hal ini untuk menjadi seorang pengembang masyarakat tidak bisa untuk hanya memihak pada globalisasi atau lokalisasi, namun keduanya harus dapat dihubungkan dengan upaya bertindak dan berfikir secara global tapi juga harus bertindak dan berfikir secara lokal agar dapat menghasilkan bentuk pemberdayaan yang seimbang.
Revolusi Industri Sebagai Bentuk Optimisme Perubahan Global
Menumbuhkan harapan dari globalisasi dapat dilihat dari konsep Digital Mindset yang memberikan sikap percaya pada teknologi tidak hanya sebatas pemanfaatannya saja namun juga pada tataran bagaimana suatu teknologi dapat melahirkan suatu inovasi dan perubahan pada kehidupan manusia di dunia. Sejak terjadinya revolusi industri 1.0 pada sekitar abad ke-18 ditandai dengan munculnya mesin uap yang ditemukan oleh James Watt sampai hari ini dimana kita sudah memasuki pada revolusi industri 5.0 yang ditandai dengan bermacam-macam bentuk AI (Artificial Intelligence), IOT, robot-robot canggih dengan keahlian manusia, perlu diakui bahwasannya itu semua sangat berdampak pada proses produksi yang lebih cepat dan efisien, yang harapannya dapat mencipatakn sebuah kesejahteraan yang juga efektif bagi umat manusia diseluruh dunia.
Kekuatan teknologi hari ini banyak menghasilkan sebuah gerakan yang sangat efektif untuk menuju suatu perubahan sosial, meskipun tidak pernah lepas dari kontradiksi dan stigma bahwa teknologi juga mempunyai dampak negatif pada lingkungan masyarakat. Penggunaan teknologi harus disertai dengan ilmu pengetahuan agar tidak menyebabkan terjadinya penyalahgunaan fungsi yang akhirnya akan merusak dan menimbulkan kegaduhan. Perkembangan industrialisasi menghasilkan teknologi Big Data yang juga merupakan aspek penting dalam melakukan suatu pemberdayaan masyarakat, seorang fasilitator tentu akan melakukan Social Mapping yang akan diawali dari data masyarakat yang akan diberdayakan, bahkan suatu negara tidak akan bisa melakukan suatu pembangunan sosial jika tidak dibekali oleh Big Data. Dari sudut Digital Mindset dapat disimpulkan bahwa ada harapan yang lebih baik dari suatu perubahan global.
DAFTAR PUSTAKA
A, Wardhana. Wisnu. (2010). Dampak Pemanasan Global. Yogyakarta: Andi Ofset.
Fakih, M. (2011). Runtuhnya Teori Pembangunan dan Globalisasi. Yogyakarta: Insis Press.
Ife, J., & Tesoriero, F. (2016). Community Development. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Paul. (2001). Globalisasi adalah Mitos. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Suneki, S. (2012). Dampak Globalisasi Terhadap Eksistensi Budaya Daerah. Jurnal Ilmiah Civis,Vol. II, Hlm, 12-18.
This page really has all of the information and facts I wanted concerning this subject and didn’t know who to ask.
https://try-kolduna.com.ua/onovlennya-osvitlennya-z-bi-led-linzamy-najkrashchi-varyanty-dlya-vashogo-avtomobilya
гѓ—гѓ¬гѓ‰гѓ‹гѓі йЈІгЃїж–№ – г‚ёг‚№гѓгѓћгѓѓг‚Ї е‰ЇдЅњз”Ё г‚ўг‚ёг‚№гѓгѓћг‚¤г‚·гѓі гЃ©гЃ“гЃ§иІ·гЃ€г‚‹
г‚·гѓ«гѓ‡гѓЉгѓ•г‚Јгѓ« еЂ¤ж®µ – г‚·г‚ўгѓЄг‚№ еЂ‹дєєијёе…Ґ гЃЉгЃ™гЃ™г‚Ѓ г‚·г‚ўгѓЄг‚№ гЃ®иіје…Ґ