Bercinta dalam Do’a
Bergetar tubuhku seharian tanpa memelukmu
Rabun mataku menjelang
Bila matamu tak mampu lagi kupandang
Gugur bibirku membiru pasrah
Tak menyentuh pipi-dahimu pagi nanti
Semua kursi rasanya panas
Setiap duduk tak di sampingmu
Kembang-kempis hidungku menghidu
Sisa napasmu yang masih singgah
Dalam tengah malam
Sunyi mengajariku cara lain
Bagaimana mencintaimu tanpa tersekat jarak
Kuretas ruang, membekukan waktu
Karena aku ingin mengecupmu kapanpun
Kita bebas bercinta
Dalam hening do’a
Josedewan, 2018
Tertikam Manikam
Aku ingin menjadi tempayan saja
Yang dilempar hingga pecah berserakan
Ketika kau memandangku
Sambil menyiksa dengan ngilu senyummu
Aku ingin menjadi rontok daun saja
Yang bertebaran diterpa geram taufan
Ketika kau menimpaliku
Suaramu meremahkan kelaki-lakianku
Aku ingin menjadi batu saja
Yang tenggelam ditelan ganas lautan
Ketika kau pulang ke rumahmu
Dalam sepiku kau makin jalang menikam
Mengapa kau tetap cantik
Waktu gentar mataku berpaling dari matamu?
Dan mengapa semakin cantik
Kala aku bekerja keras tak mengingatmu?
Aku bersaksi,
Demi angin sore pengiring sirna mentari
Tuhan mencicil sekarat patiku
Dengan sayatan keindahan adamu
Gg. Barokah, 2019
Kopi; No Sugar
Kuberanikan suatu waktu
Menyeduh kopi tak bergula pun susu
Walau rasanya perwakilan resaku
Pahit terkecap pada lidah paling belakang
Atau selayak bagian
Sebuah harap penghabisan
Aku bukan ingin diet, Sayang!
Menyeduh rindu tanpa temu
Sudahlah serupa, bukan?
Kuhidu pula setiap kepul serbak aromanya
Bahkan sesudah dingin sepi menepi
Bagaimana aku kuasa melupakanmu
Bila kepul rinduku dalam sepi justru mengapi?
Josedewan, 2019