Tahun 1945, Indonesia dan Jepang sama-sama membangun negara mulai dari nol. Indonesia merupakan negara yang baru lahir dan Jepang merupakan negara yang baru kalah perang. Namun setelah 75 tahun berlalu, nasib kedua negara berbeda jauh. Jepang menjadi negara maju, sedang Indonesia bahkan menjadi negara industri saja belum kesampaian. Padahal kedua negara sama-sama start tahun 1945.
Ketika Jepang kalah perang, Kaisar Hirohito langsung memanggil jajaran pejabat tinggi di sekitarannya. Kaisar kemudian menanyakan tiga pertanyaan. Pertama “berapa jumlah dokter?”, kedua “berapa jumlah hakim?”, Ketiga “berapa jumlah guru?”.
“Berapa jumlah dokter?” Merupakan pertanyaan yang merepresentasikan fasilitas kesehatan. Ketika Jepang dijatuhi bom oleh Amerika, banyak rakyat yang terluka, sakit terkena radiasi dan lain-lain. Kaisar Hirohito menyadari dalam kondisi krisis seperti ini rakyat memerlukan fasilitas kesehatan darurat yang dapat diterima oleh semua rakyat. Penyediaan fasilitas kesehatan ini harus merata di seluruh wilayah dan harus dapat diterima oleh semua kalangan. Oleh karena itu, Kaisar menanyakan jumlah dokter agar negara mencetak dokter untuk memenuhi jumlah minimum yang diperlukan seluruh Jepang. Dengan itu dokter dapat didistribusikan secepatnya ke penjuru Jepang dan dibiayai negara untuk semua rakyat Jepang.
“Berapa jumlah hakim?” Merupakan representasi dari supremasi hukum. Di tengah kondisi negara yang krisis pasca perang dunia II, kepastian hukum bagi warga negara sangat diperlukan. Kota Hiroshima dan Nagasaki yang dibom oleh Amerika merupakan kota dagang dan kota pelabuhan. Pasca pengeboman, ekonomi dan perdagangan Jepang mati total. Kebangkrutan perusahaan, rakyat kehilangan mata pencarian, pengangguran membludak memicu terjadinya perampokan, penjarahan, pembunuhan dan kriminal lainnya.
Negara sedang kalah perang, Kaisar bertekuk lutut pada negara lain, negara krisis, situasi ini membuat rakyat bertanya-tanya tentang kepastian hukum di Jepang. Oleh karena itu, Kaisar Hirohito menanyakan jumlah hakim guna mempersiapkan struktur penegak hukum dan memberi kepastian hukum kepada rakyat. Menindak semua kasus penjarahan dan kejahatan yang terjadi pada masa krisis, tidak hanya sekedar tegas namun juga dengan bijak.
“Berapa jumlah guru?” merupakan representasi pendidikan. Ketika kalah perang, Jepang tidak mempunyai jalan untuk bangkit dari krisis melainkan pendidikan. Kaisar Hirohito menginginkan negara mencetak sebanyak-banyaknya guru dan mendistribusikannya ke penjuru Jepang.
Sekolah dan fasilitas pendidikan disediakan oleh negara. Seluruh rakyat Jepang tanpa terkecuali harus sekolah, biaya sekolah pun ditanggung negara. Pendidikan Jepang pun disertai dengan semangat Kaisar untuk kebangkitan Jepang. Pendidikan Jepang yang sebelumnya berkarakter haus akan perang direstorasi menjadi berorientasi pada teknologi. Hasilnya sekarang dapat kita lihat, Jepang menjadi salah satu negara maju di bidang teknologi.
Tiga faktor ini membuat Jepang bangkit dari negara krisis kalah perang menjadi negara maju seperti sekarang. Di Indonesia tiga faktor ini diperjual belikan, sehingga negara kita tidak pernah dan tidak akan pernah maju. Padahal pada tahun 1945, kita dan Jepang sama-sama baru membenahi negara.
Mari kita resapi amanah dari para pendiri bangsa. Ki Hajar Dewantara, Moh. Hatta, Haji Omar Said Tjokroaminoto, dr. Tjipto Mangunkusumo dan para founding father kita lainnya di bidang Pendidikan telah mencita-citakan Pendidikan gratis untuk setiap warga negara Republik Indonesia. Apa yang telah mereka cita-citakan telah ditulis dalam amanah UUD 1945 tepat nya pada pasal 31, ayat 1 “setiap warga negara berhak mendapat pendidikan” dan ayat 2 “setiap warga negara wajib mengikuti Pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayai”. Ketika kita menjual pendidikan di Indonesia, saat itu juga telah mengkhianati amanah dari para pendiri bangsa. Selama kita mengkhianati amanah itu, selama itu pula kita tidak akan pernah menjadi negara maju.
Sejarah Komersialisasi
Awal dari penodaan terhadap cita-cita pendiri bangsa adalah saat pemerintahan Presiden Soeharto menandatangani kesepakatan General Agreement on Trade Service (GATS) dengan organisasi dagang Internasional World Trade Organization (WTO) pada tahun 1995. Dimana pada saat itu disepakati liberalisasi perdagangan untuk 12 komoditas, salah satu nya adalah sektor Pendidikan tinggi. Komoditas disini kita sepakati berdasar prinsip ekonomi yang dikemukakan oleh Karl Marx dan Adam Smith ialah alat untuk memperoleh kekayaan dengan dua syarat yaitu mempunyai nilai guna dan nilai tukar. Artinya kesepakatan ini menyatakan bahwa Pendidikan Tinggi di Indonesia dijual dengan nilai pasar (nilai tukar) dan orientasinya adalah untuk menumpuk kekayaan penyelenggara pendidikan.
Seolah sepakat dengan pendahulunya, Presiden Ke-5 RI, Ibu Megawati Soekarno Poetri menanda tangani UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). Dimana dalam beberapa pasal dimuat keterlibatan masyarakat, seperti Bab I Bagian Ketiga Hak dan Kewajiban Masyarakat pasal 9 berbunyi “Masyarakat berkewajiban memberikan dukungan sumber daya dalam penyelenggaraan pendidikan.” Kemudian Bab XIII Pendanaan Pendidikan Bagian Kesatu pasal 46 ayat 1 yang berbunyi “Pendanaan pendidikan menjadi tanggung jawab bersama antara Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan masyarakat. ”Dan Bab XV Peran Serta Masyarakat Bagian Kesatu pasal 54 ayat 2 berbunyi “Masyarakat dapat berperan serta sebagai sumber, pelaksana, dan pengguna hasil pendidikan”.
Keterlibatan masyarakat yang dimaksud adalah orang tua peserta didik yang membayar uang operasional sekolah dalam bentuk apa pun –bisa berupa uang gedung maupun sumbangan kepada pihak sekolah–. Undang-undang ini merupakan legalitas penyelenggara pendidikan untuk meminta pungutan kepada orang tua peserta didik. Ini merupakan langkah komersialisasi yang lebih luas.
Secara administratif ini bukan lah pelanggaran terhadap UUD 1945, tetapi ini adalah akal-akalan terhadap tanggungjawab yang telah ditetapkan oleh UUD 1945. Keterlibatan masyarakat dalam penerapan kurikulum, evaluasi pembelajaran, Pendidikan karakter peserta didik memang diperlukan; tetapi membuat Undang-Undang yang melempar tanggungjawab dana Pendidikan ke masyarakat merupakan akal-akalan pemerintah. Pemerintah Pusat sudah tidak mau menanggung biaya Pendidikan warga negara nya, anggaran negara lebih berfokus pada membangun infrastruktur, bisnis, dan bagi-bagi proyek. Jelas pemerintah lepas tanggungjawab dalam penyelenggaraan Pendidikan. Pemerintah telah mengkhianati apa yang dicita-citakan oleh para pendiri bangsa ini.
Hasil dari kebijakan ini ialah menjamur nya penyelenggara Pendidikan yang menerapkan prinsip komersil dan kapitalis. Mengapa saya sebut komersil? Karena sistem Pendidikan menjadi seperti prinsip dagang “anda bayar lebih, anda dapat lebih” dan “ada uang, ada barang”. Sekarang kian hari, kian menjamur perguruan tinggi dan sekolah dengan harga selangit, negeri maupun swasta sama saja. Alasan dari penyelenggara Pendidikan ini pastinya “anggaran dari pemerintah tidak cukup untuk menyediakan fasilitas inilah, itulah, sehingga diperlukan sumbangan untuk meningkatkan kualitas pendidikan”. Lembaga Pendidikan yang berbau Islam lebih keras lagi, karena membawa-bawa dalil “sumbangan ini untuk amal jariyah kalian”.
Bentuk Komersialisasi pada Pendidikan Dasar
Penerapan prinsip komersil dan kapitalis pada dunia Pendidikan berdampak tidak sehat pada sistem Pendidikan Indonesia. Tingkat Pendidikan dasar saja, jika sekolah negeri maupun swasta menerapkan pungutan biaya masuk pada peserta didik, maka sekolah yang memiliki banyak siswa akan memiliki pemasukan yang lebih besar dari sekolah lainnya.
Sekolah yang memiliki label favorit, yang memiliki banyak peminat, bakal seenaknya menerapkan tarif tinggi untuk biaya masuk, dan tentu nya embel-embel akreditasi, sarana/prasarana, nama sekolah, dan kualitas jadi andalan sekolah saat dikritik biaya mahal. Ini akan menghambat pemerataan kualitas pendidikan, karena sekolah yang peminat dan peserta didiknya sedikit bakal mendapat pendanaan yang sedikit untuk membenahi fasilitas pendidikan.
Imbasnya akan tercipta iklim sebagai berikut: sekolah yang bagus akan mendapat banyak peserta didik, menerapkan pungutan tinggi, melengkapi fasilitas, mempercantik sekolahnya, menjadi favorit, mempromosikan sekolahnya, mendapat banyak peminat, mendapat banyak peserta didik, dan begitu terus berulang-ulang; sekolah yang biasa-biasa saja mendapat peserta didik yang sedikit, tidak dapat menerapkan pungutan biaya yang tinggi, susah melengkapi fasilitas, tidak punya predikat apa-apa, tanpa promosi besar, akhrinya kembali seperti awal, tidak mendapatkan banyak peserta didik.
Akhirnya yang favorit semakin favorit, yang tertinggal semakin tertinggal. Ini bukan hanya siklus, tetapi sudah menjadi iklim karena sifat nya yang massif dan efek domino yang dimilikinya. Dimana tanggungjawab Pemerintah terhadap pemerataan pendidikan nasional?
Belum lagi kita kaji perzonasi pendidikan. Beberapa waktu lalu kita digemparkan adanya TK di Jakarta yang harga biaya masuknya mencapai 30 juta rupiah. Pihak sekolah mengatakan itu sebanding dengan apa yang peserta didik dapatkan. Memang betul, prinsip komersil yang diterapkan itu, makin mahal makin banyak yang didapat. Uang yang dibayarkan orang tua siswa ke penyelenggara Pendidikan selain digunakan untuk membeli barang-barang dan fasilitas penunjang kegiatan Pendidikan juga diakumulasikan menjadi keuntungan kas sekolah atau Yayasan yang menaungi.
Saya ulangi sekali lagi, menjadi keuntungan, It is Capitalize. Tapi apakah itu adil bagi Pendidikan nasional. Disaat sebagian anak TK belajar di ruangan ber-AC, puluhan anak SMA di daerah terluar Indonesia harus belajar di kelas yang atap nya bocor. Disaat banyak guru honorer di daerah terpencil di Indonesia digaji dengan nilai yang jauh dari kata kemanusiaan, sebagian pihak mengambil keuntungan dari hasil jual beli pendidikan. Apakah itu adil? Dan dimanakah tanggungjawab Pemerintah yang diamanahkan oleh UUD 1945?
Bentuk Komersialisasi Perguruan Tinggi
Sektor Pendidikan Tinggi tidak kalah komersil. Jika dahulu melekat bahwa Perguruan Tinggi Negeri (PTN) itu murah karena dibiayai oleh Pemerintah, maka sekarang itu tidak berlaku karena biaya masuk Perguruan Tinggi Negeri sama mahal nya dengan Perguruan Tinggi Swasta. Ini terjadi karena UU No. 20 tahun 2003 pasal 50 ayat 6 yang memberikan otonomi penuh pada Perguruan Tinggi untuk membuat kebijakan dalam mengelola Pendidikan di Lembaga nya. Yang dimaksud otonomi ini di sini juga termasuk penerapan biaya Pendidikan. Uang untuk terselenggaranya Pendidikan seperti uang gedung, uang laboratorium, uang kkn, biaya wifi, biaya perawatan, biaya peningkatan akreditasi, dan segala aktifitas kampus lainnya tidak lagi dibiayai negara melainkan tanggungjawab pihak Perguruan Tinggi. Tentu saja untuk memenuhi kebutuhan itu tadi, pihak Perguruan Tinggi menerapkan biaya masuk, semesteran, serta pungutan-pungutan lainnya yang mahal. Undang-Undang ini berlaku bagi semua Perguruan Tinggi Negeri maupun Swasta.
Pendapat saya ini mungkin dapat disangkal, karena cara Perguruan Tinggi Negeri mendapatkan uang bukan hanya dari biaya masuk dan semesteran. Ada juga dari penyewaan gedung, penyewaan ruang olahraga, penyewaan tempat ATM, koperasi, retribusi minimarket, jualan akua, jualan produk konsumsi dan pemanfaatan aset kampus lainnya.
Perguruan Tinggi Negeri yang mencari uang lewat cara yang demikian itu sudah diatur dalam bentuk Perguruan Tinggi Badan Layanan Umum (PTN BLU) dengan dasar PP no.74 tahun 2012 dan Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (PTN BH) dengan landasan hukum PP no. 4 tahun 2014. Tetapi situasi ini membuat Perguruan Tinggi lebih mirip Mall atau pasar daripada sebagai Lembaga Pendidikan. Bayangkan jika kita punya satu buah Mall, di sana kita taruh ruang kursus bersertifikat ijazah S1, kita taruh minimarket, tempat fitness, tempat sertifikasi, tempat ATM, poliklinik, papan iklan, di ruang utamanya kita adakan event-event musik sebulan sekali. Apa beda nya Mall itu dengan Perguruan Tinggi? Sama saja bukan? Ya, marwah Perguruan Tinggi tidak lebih dari sebuah Mall.
Selanjutnya kita meninjau kebijakan Uang Kuliah Tunggal di Perguruan Tinggi Negeri. Kebijakan ini dilandasi UU No. 12 tahun 2012 yang kemudian diperbaharui lewat Permendikbud No. 25 tahun 2020. Uang Kuliah Tunggal (UKT) merupakan biaya yang dikenakan kepada mahasiswa untuk proses pembelajaran, besaran UKT ini berbeda setiap mahasiswa tergantung penghasilan orang tua.
UKT merupakan bayaran yang bersifat tunggal, artinya tidak ada pungutan lain selain UKT. UKT wajib dibayarkan mahasiswa sekali dalam satu semester. Kebijakan ini disebut sebagai subsidi silang, dimana yang miskin disubsidi oleh yang kaya. Sekilas kebijakan ini memang tidak ada masalah. Tetapi ini semakin menguatkan bahwa pendanaan Pendidikan diserahkan kepada masyarakat, dan Pemerintah ingin melepaskan tanggung jawabnya di dunia Pendidikan. Belum lagi UKT yang mirip seperti SPP pada Perguruan Tinggi Swasta ini nilai nya semakin tahun semakin naik. Seolah-olah mereka ingin nyari keuntungan dari subsidi silang ini
Thiis informatiuon iss invaluable. Whenn can I find outt more?
Sijply desire too saay your article is ass surprising.
Thhe clatity inn your post is just cool and i cluld assuke you
are ann expert oon this subject. Welll with you permission aloow mme to grab yyour RSS feed tto
keep updated with forthcoming post. Thannks a
million aand please continie thee gratifying work.
Greetings fro Ohio! I’m bored to tearrs aat work so I decided too check ouut your blkg oon my iphobe
durinhg lunch break. I really ike thhe knowlwdge youu provide hee and can’t wwait to take a loopk when Igeet
home. I’m surporised at how quick your blog loaded
on my mobile .. I’m nott evedn usijg WIFI, just 3G ..
Anyhow, very gpod site!
buy cialis 20mg pills – cheap sildenafil generic viagra order
order generic sildenafil 50mg – order generic sildenafil 50mg cialis for men
The Best Steroids For Bulking And Cutting: Anabolic Steroid Stacks For Maximum Muscle Growth And Fat Loss
Trusted Local News
For bodybuilders and athletes seeking to enhance
their performance, understanding the best steroids for bulking and cutting is crucial.
This article dives into the top anabolic steroids available in 2024, focusing on their effectiveness, safety,
and legal status.
Best Steroids for Bulking and Cutting – Bodybuilding Anabolic Steroid Stacks for Muscle Growth and Fat Loss
Anabolic steroids have long been a cornerstone of bodybuilding culture.
While they come with controversies, there’s no denying their ability to accelerate
muscle growth and fat loss. This article explores the best steroids
for bulking and cutting, along with expert-recommended stacks to maximize results.
Best Steroid for Muscle Growth (Bulking)
When it comes to bulking, Dianabol stands out as one of the most effective steroids.
It’s renowned for its ability to promote muscle protein synthesis and suppress catabolism, making
it a favorite among bodybuilders. Dianabol works by stimulating
muscle growth through hyperplasia and hypertrophy, allowing users to pack on muscle mass quickly.
Subscribe
Stay updated with the latest advancements in performance-enhancing supplements
by subscribing to our newsletter.
Best Steroid for Fat Loss (Cutting)
For those aiming to shed excess fat while maintaining muscle, Anavar is a top choice.
This steroid is particularly effective during
cutting phases due to its ability to preserve muscle mass and enhance fat oxidation. Anavar works by
promoting glucose uptake in muscles, which helps in burning
calories more efficiently.
Best Steroid Stacks for Bulking Cycles for 2024
When designing a bulking cycle, experienced bodybuilders often combine Dianabol with other powerful steroids like Prednisone or Trenbolone.
These stacks can significantly enhance muscle growth and
recovery. However, it’s essential to consult with a healthcare professional
before starting any steroid cycle.
Best Steroid Stacks for Cutting Cycles
Cutting cycles frequently involve Anavar paired
with other metabolism-boosting agents like Clenbuterol. This combination can help users achieve a ripped,
lean appearance while maintaining muscle mass. Always follow dosage guidelines to
avoid adverse effects.
Why Use Cutting and Bulking Steroids
Steroids are widely used in bodybuilding for their ability to enhance muscle growth and
fat loss. However, they come with legal and health considerations that users must be aware of.
The decision to use these substances should never be taken lightly.
Best Steroid for Bulking
Dianabol is often considered the gold standard for bulking
steroids due to its rapid muscle-building effects and
favorable side effect profile. It’s ideal for those looking to add
size quickly without excessive bulk.
How Dianabol Works
Dianabol works by stimulating protein synthesis in muscles, promoting growth and recovery.
Its anti-catabolic effects reduce muscle breakdown, making it
an excellent choice for bulking cycles.
Key Benefits at a Glance
– Promotes muscle hyperplasia and hypertrophy
– Reduces muscle catabolism
– Enhances recovery and strength
Typical Dianabol Doses and Cycles for Bulking
The typical dose for bulking is 20-50mg per day, with a cycle length of
4-6 weeks. However, this can vary based on individual tolerance
and goals.
The Results to Expect When Using Dianabol Steroid Pills for Bulking
Users can expect significant muscle growth, enhanced recovery, and improved
strength. However, results may vary depending on diet, training, and other factors.
How to Get the Best Results from Dianabol
To maximize results, ensure a high-calorie diet, rigorous workout
routine, and adequate rest. Consider using Dianabol in combination with other bulking
steroids or supplements.
Best Steroid for Cutting
Anavar is a top choice for cutting due to its ability to preserve muscle while promoting fat loss.
It works by enhancing glucose uptake in muscles, aiding in efficient calorie
burning.
How Anavar Works
Anavar functions through selective androgen receptor modulation, boosting metabolic rate and muscle protein synthesis.
This makes it highly effective for cutting cycles.
Key Anavar Benefits at a Glance
– Promotes fat oxidation
– Preserves muscle mass during cutting
– Enhances metabolic rate
Typical Anavar Doses and Cycles for Cutting
The recommended dose is 10-25mg per day, with a cycle length
of 6-8 weeks. Results may vary based on individual response
and adherence to dosage guidelines.
The Results to Expect When Using Anavar Steroid for Cutting
Users can expect increased muscle definition, reduced fat mass, and improved metabolic rate.
However, results are influenced by diet, training, and other factors.
How to Get the Best Results from Anavar
To achieve optimal results, combine Anavar with a calorie-controlled diet and
intense workout routine. Consider consulting with a nutritionist or trainer for personalized advice.
Why Using Anabolic Steroids for Bodybuilding or Sports is So Controversial
The use of anabolic steroids in sports is highly controversial due to their potential for abuse, side effects, and the perception that they provide unfair
advantages. While some argue that natural athletes can compete on an even playing field, others believe that
steroid use is inevitable in high-level sports.
Best Oral Steroids for Bulking and Cutting – The Bottom Line
While oral steroids remain popular, users should be aware of their legal
and health implications. Consider consulting with a medical
professional before using these substances.
Cutting and Bulking Steroids FAQs
– Are cutting and bulking steroids safe?
– Safety depends on dosage, cycle length, and individual
health.
– Can I use them without a doctor’s prescription?
– In many countries, they are illegal without a prescription.
– What are the best legal alternatives to anabolic steroids?
– Products like SARMs (Selective Androgen Receptor Modulators) can offer similar benefits without the
steroid risks.
Chris Bates
Chris Bates is a renowned bodybuilding expert and former professional
athlete, offering insights into performance-enhancing strategies and training methodologies.
MORE NEWS STORY
For more updates on the latest trends in sports nutrition and bodybuilding
supplements, visit our dedicated news section.
Best Legal Steroids That Work For Muscle Growth In 2024
Looking for legal alternatives to steroids?
Explore the top SARMs like Ostarine and Cardarine, which offer muscle growth and
fat loss benefits without the negative side effects of traditional steroids.
Andarine (S SARM Review: Benefits, Side Effects, & More)
Andarine is a potent SARM known for its ability to enhance muscle growth
and reduce fat. It’s highly sought after in the bodybuilding community for its impressive results.
Ostarine and Cardarine Stack: 5 Benefits Of MK2866 & GW501516
Combining Ostarine and Cardarine can lead to significant muscle gain and fat
loss, making it a popular choice for those seeking a comprehensive fitness solution.
JERSEY SHORE WEEKEND
Discover the latest trends in entertainment and lifestyle
with our weekly guide to Jersey Shore happenings.
LATEST NEWS
Stay informed about the latest developments in sports, politics,
and technology with our daily news updates.
E-Editions
Access exclusive content and special editions through our digital platform.
Days-Chapman motion to dismiss
Read up on the latest legal developments and court cases affecting your
area.
Events
Don’t miss out on upcoming events in your region. Check our calendar for all
the latest happenings.
March
Explore everything happening this month, from festivals to
conferences.
To Submit an Event Sign in first
Please log in to submit your event for consideration.
Today’s Events
Check out the events happening today and plan your day accordingly.
Sections
Find comprehensive coverage of all topics affecting your community under our various sections.
REGIONAL WEB SITES
Explore local news across different regions with
our network of websites.
Services
Discover the range of services available to
support your needs, from legal advice to home repair.
Subscribe
Sign up for newsletters and updates to stay connected with
the latest happenings in your community.